Selasa, 29 Desember 2009

10 Tahun Terakhir yang Dibanggakan Kabinet Indonesia Bersatu (Kabinet SBY I)


Sumber : www.presidenri.go.id

Dalam 10 tahun terakhir (1998-2008), pembangunan di Indonesia mengalami kemajuan signifikan. Pertumbuhan ekonomi, misalnya, pada tahun 1998 minus 13.1 persen. Pada SBY tampil sebagai Presiden, tahun 2004, pertumbuhan ekonomi naik pesat menjadi 5.1 persen. Dan tahun 2008 diproyeksikan sebesar 6,4 persen. Cadangan devisa yang semula 33.8 miliar dolar AS, pada tahun 2008 naik menjadi 69.1 persen.

Tingkat kemiskinan juga terus berkurang. Pada tahun 1998, angka kemiskinan mencapai 24.2 persen. Pada masa awal Presiden SBY, tingkat kemiskinan ini turun menjadi 16.7 persen. Dan pada 2008 tinggal 15.4 persen dari total penduduk Indonesia.

Utang kepada Dana Moneter Internasional (IMF) dipangkas habis pada masa pemerintahan SBY. Tengok saja, pada tahun 1998, utang Indonesia kepada IMF sebesar 9.1 miliar dolar AS. Pada tahun 2006, dua tahun setelah memimpin Indonesia, Presiden SBY berhasil melunasi seluruh utang kita sebesar 7.8 miliar dolar AS.

Selengkapnya, lihat data-data laju pembangunan Indonesia 10 tahun terakhir berikut. Data-data ini berasal dari BPS.













Senin, 23 November 2009

Pengangguran Jadi Ancaman Hingga 2014

Tenaga Kerja : Koran Jakarta, Jum'at 13 November 2009 






JAKARTA - Tingginya peng­angguran diperkirakan masih akan menjadi ancaman utama di Indonesia selama lima tahun ke depan. Untuk menca­pai tingkat pengangguran yang ideal dibutuhkan pertumbuh­an ekonomi rata -rata 7,3 persen hingga lima tahun ke depan.

"Dengan pertumbuhan eko­nomi 7,3 persen berkelanjutan, selama lima tahun berturut­turut, maka full employment akan tercapai,” kata Ekonom PPM Management Bramantyo Djohanputro, pada pemaparan Economic Outlook 2010, di Ja­karta, Kamis (12/11).

Dia mengatakan suatu ne­gara dianggap sudah mencapai kondisi full employment kalau lingkat penganggurannya 4-5 peIsen. Pada saat menyentuh ni­lal ideal itu, kata dia, maka peng­angguran adalah suatu pilihan, bukan lagi beban bagi individu. "Jadi itu tidak akan menjadi be­ban pemerintah," kata dia.

Pemerintahan SBY-Boediono, mematok angka pertum­buhan ekonomi di tahun 2010 sebesar 5,5 persen, dan men­jadi 6 persen di 2011. Di tahun 2014, pertumbuhan ekonomi diharapkan minimal 7 persen dan angka pengangguran 5-6 persen. Berdasarkan Data Ba­dan Pusat Statistik (BPS) angka pengangguran per Februari 2009 sebanyak 9,26 juta dari to­tal angkatan kerja di Indonesia atau 8,14 persen.

Berdasarkan target yang ditetapkan pemerintah itu, kata Bramantyo, maka penca­paian full employment sebe­narnya baru akan bisa dimulai pada tahun 2014. "Saya kira pengangguran masih akan jaw masalah tahun depan kalau target perttunbuhan hanya 5,5 persen;' kata dia.

Dia mengatakan, asumsi bahwa 1 persen pertumbuhan ekonomi mampu mencipta­kan lapangan kerja sebanyak 450 ribu lapangan kerja sudah tidak relevan. Dia mengata­kan, dengan majunya industri teknologi sehingga mampu menopang pertumbuhan eko­nomi, maka 1 persen pertum­buhan ekonomi yang dicapai hanya mampu ciptakan sekitar 70 ribu lapangan pekerjaan.

Data BPS menyebutkan per­tumbuhan ekonomi 4,2 persen di triwulan III 2009, ditopang oleh pertumbuhan di sektor pengangkutan dan komunikasi sebesar 18,2 persen, selanjut­nya sektor keuangan, real estat dan jasa perusahaan sebesar 4,9 persen, serta sektor jasa­jasa 5,8 persen. Sedangkan sek­tor pertanian, peternakan, ke­hutanan, dan perikanan, yang sifarnya padat karya hanya tumbuh sebesar 2,7 persen.

Karena itu, kata Braman­tyo, pemerintah harus giat untuk menggerakkan sektor mikro, tak hanya industri be­sar saja. Menurut dia, sektor yang bisa efektif untuk menye­rap tenaga kerja ke depannya adalah sektor pertanian, perkebunan, dan perdagangan.  "Di sektor itu usaha mikro banyak yang berkembang. Di situlah banyak tenaga kerja yang bisa terserap;' kata wa. Namun, di sisi lain, pem­biayaan usaha mikro masih terganjal dengan suku bunga kredit yang masih tinggi.


Menurut Peneliti Dtama Bank Indonesia Suhaedi, suku bunga kredit tidak melulu men­jadi faktor yang mengurungkan niat pengusaha untuk memin­jam modal kepada bank untuk memulai usaha. Tetapi, kondisi iklim usaha lah yang menjadi penentu opti­misme usaha. Dia mencontoh­kan, pada tahun 1980 hingga sebelum krisis moneter, tingkat suku bunga kredit mencapai 18 persen. "Tapi itu ekspansinya luar biasa. LDR (loan to deposit ratio) bisa lebih dari 100 per­sen;' kata dia .• ito/E-5

Rabu, 18 November 2009

Rapat Koordinasi Nasional Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah Tahun 2009

            Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Pemberdayaan Koperasi dan UMKM tahun 2009 yang dilaksanakan tanggal tanggal 08 s/d 11 Nopember 2009, di Hotel Mercure, Convention Center, Taman Impian Jaya Ancol, Jakarta dihadiri 650 orang pembina Koperasi dan UMKM dari Dinas yang membidangi Koperasi dan UKM Kabupaten dan Kota dan Propinsi serta seluruh Indonesia pejabat eselon I dan II di lingkungan Kementerian Negara Koperasi dan UKM.

            Rakornas ini  diselenggarakan sebagai respon dan tindak lanjut atas Program 100 hari yang telah ditetapkan oleh Presiden Republik Indonesia Bapak Dr. Susilo Bambang Yudhoyono dalam National Summit 2009. Rakornas ini menekankan pada distribusi objektif dan sinergitas pelaksanaan program Pemberdayaan KUMKM khususnya program 100 hari dan 1 tahun kerja serta usulan penyusunan program 5 (lima) tahun. Selain itu juga dilakukan pembekalan dari Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, Departemen Dalam Negeri, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional dan Kamar Dagang dan Industri.

            Tema Rakornas Tahun 2009 ini adalah ”Melanjutkan Pemberdayaan Koperasi dan UMKM Untuk Kesejahteraan Rakyat”. Tema ini merupakan tekad dan komitmen segenap jajaran Kementerian Negara Koperasi dan UKM, Dinas-Dinas Propinsi, Kabupaten dan Kota yang membidangi Koperasi dan UMKM, dan lintas pelaku untuk meningkatkan kinerja Kementerian Negara Koperasi dan UMKM dalam mendorong penurunan kemiskinan, meningkatkan lapangan kerja demi mencapai kesejahteraan. Oleh sebab itu Rakornas ini sangat penting dalam membangun sinergi dan keterpaduan dengan segenap lintas pelaku, sehingga terciptanya “benang biru”, mulai dari Kementerian Negara Koperasi dan UKM, Kepala Dinas yang membidangi Koperasi dan UKM di Propinsi, Kabupaten/Kota seluruh Indonesia.

            Dari Rakornas tersebut diperoleh beberapa rumusan hal-hal strategis hasil sidang-sidang komisi dan panel pejabat Eselon I,  terkait dengan aspek konsolidasi dan koordinasi dalam membangun sinergi dan efektifitas  pembangunan KUMKM 5 tahun kedepan, antara lain yaitu :

1.    Peran KUMKM dalam menjaga kestabilan perekonomian telah teruji dan terbukti. Untuk itu diperlukan pemberdayaan yang signifikan, yang meliputi aspek kualitas kewirusahaan dan pemanfaatan teknologi serta pengembangan kompetensi dalam kondisi lingkungan yang kondusif, termasuk kemampuan memanfaatkan akses pada sumberdaya permodalan. Dinas Propinsi, Kabupaten/Kota telah bersepakat dan bertekad untuk mensukseskan program 100 hari membangun KUMKM.
2.  Dalam RENSTRA 5 tahun mendatang Pemerintah merencanakan beberapa program  antara lain:
  • Membangun LKM;
  • Melakukan program revitalisasi KUR;
  • Melakukan program pelatihan yang bersifat nasional (di Jakarta/daerah tentu);
  • Mengembangkan industry kreatif misalnya di sektor energy, perikanan dan bukan hanya 
  • disektor jasa dan perdagangan saja;
  • Memantapkan kelembagaan koperasi
  • Melakukan revitalisasi pasar tradisional
  • Pengembangan program OVOP untuk masing-masing daerah.

3.    Selain itu rumuskan pula bahwa pelayanan kegiatan LPDB-KUMKM, memerlukan langkah dan prosedur yang cepat dan benar. Apabila dimungkinkan di setiap daerah dapat membangun LPDB-Daerah, sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Sedangkan pelayanan LLP diharapkan memberikan peluang untuk mengembangkan pemasaran produk-produk UMKM melalui upaya membangun Gallery UMKM dan sekaligus trading house serta diharapkan setiap daerah dapat memanfaatkan fasilitas yang tersedia itu seoptimal mungkin.

            Terkait pemberdayan Koperasi dan UMKM Menteri Dalam Negeri menyatakan dengan tegas bahwa pemberdayaan KUMKM merupakan tugas wajib daerah, dan konsekuensinya diperlukan perhatian dari Gubernur, Bupati dan Walikota, baik dalam bentuk peranggaran maupun pengadaan dan pengelolaan tenaga-tenaga Pembina yang kompeten. Sedangkan Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, menyatakan perlunya, sinkronisasi, harmonisasi dan sinergi dalam pelaksanaan antar program pemberdayaan masyarakat. Pelaksanaan hendaknya dilakukan by design.

            Mengingat bahwa tugas dan fungsi pemberdayaan KUMKM merupakan urusan yang cukup besar dan strategis, maka disarankan untuk mendukung perubahan status Kementerian Negara KUKM menjadi Departemen. Sementara itu pada tingkat Propinsi, Kabupaten dan Kota perlu dibentuk Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang berdiri sendiri untuk memberdayakan KUMKM.



            Dalam pemaparannya KADIN menyatakan bahwa koperasi sudah menjadi bagian tidak terpisahkan dari pembangunan UMKM, yang diharapkan akan menjadi kekuatan pendukung perekonomian nasional. KADIN memiliki sejumlah program pembangunan untuk UMKM yang mencakup pula pembangun an koperasi. Untuk itu Kadin dan Kepala Dinas terkait untuk merumuskan langkah-langkah implementasinya.


Pristiyanto, Jakarta. 18 November 2009
Sumber www.depkop.go.id

Selasa, 17 November 2009

Mennegkop Minta Lembaga Keuangan Mikro Dikembangkan



JAKARTA - Menteri Negara Koperasi dan UKM (Mennegkop) Suryadharma AB meminta lembaga keuangan mikro segera dikembangkan untuk memudahkan pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) mendapatkan pembiayaan.

"Selama saya menjadi menteri, titik tekan program kementerian adalah pengembangan lembaga keuangan mikro. Itu menjadi problematika tertinggi, karena masyarakat koperasi dan UKM sulit mendapatkan pembiayaan dari perbankan," kata Suryadharma seusai halal-bihalal dengan karyawan dan pejabat eselon lingkup Kementerian Koperasi dan UKM di Jakarta, Senin (28/9).

Menurut Suryadharma, pemerintah harus menyediakan solusi untuk memudahkan pelaku UMKM mendapatkan bantuan permodalan. Solusi itu salah satunya adalah pengembangan lembaga keuangan mikro baik yang menggunakan sistem konvensional maupun syariah.

Sejauh ini, kata dia. Kementerian Koperasi dan UKM telah mengembangkan berbagai program untuk memudahkan UMKM memperoleh pembiayaan, seperti Program Perempuan Keluarga Sehat dan Sejahtera (Per-kassa), Program Pembiayaan Produktif Koperasi dan Usaha Mikro (P3KUM), dan Program Sarjana Pencipta Kerja Mandiri (Prospek Mandiri).

Suryadharma menambahkan, di tengah gencarnya upaya pengembangan lembaga keuangan mikro, program dana bergulir untuk koperasi dan UKM sempat dihentikan oleh Departemen Keuangan melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No 99/PMK05/2008.

"Peraturan tersebut (PMK No 99) mengharuskan dana bergulir yang diperuntukkan bagi koperasi dan UKM dikembalikan sepenuhnya. Ini menjadi halangan, karena program kementerian adalah pemberdayaan," jelas dia.

Suryadharma juga mengungkapkan, keluarnya PMK No 99 mengakibatkan program Perkassa dan P3KUM, tidak dimasukkan dalam agenda kerja Kementerian Koperasi dan UKM pada 2010.

"Dua program tersebut terpaksa dilebur ke dalam program Kredit Pemberdayaan Masyarakat Koperasi (Kridamaskop)," tutur dia.

Namun demikian. Suryadharma mengakui, saat ini pihaknya telah memiliki pandangan yang sama dengan Departemen Keuangan terkait dana bergulir untuk koperasi dan UKM.

"Ke depan, kami berharap aturan tersebut (fMKNo 99) dapat sedikit diperbaiki, terutama mengenai definisi dana bergulir. Dengan begitu, lembaga keuangan mikro dapat dikembangkan hingga ke tingkat kecamatan maupun perdesaan," papar dia. (ean)

Sumber : Investor Daily Indonesia

Sektor UKM Dapat Fasilitas Kredit Ekspor




Wakil Menteri Perdagangan Mahendra Siregar menyatakan, fasilitas pembiayaan ekspor dan impor untuk Usaha Kecil dan Menengah (UKM) pada tahap awal akan difokuskan untuk tiga sektor usaha.

"Pada tahap awal, pembiayaan yang akan dilakukan oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia ini akan difokuskan untuk sektor furniture, pangan dan perikanan," katanya di Jakarta, Senin

Mahendra mengatakan, pihaknya optimis pembiayaart*untuk sektor UKM sudarTdapat dimanfaatkan mulai minggu depan.Direktur Eksekutif LPEI ii juga mengungkap, bentuk bantuan pembiayaan yang dapat dimanfaatkan nantinya berupa bridging financing, dukungan pembiayaan L/C dan bank garansi sebagai

jaminan pengimpor di luar negeri. "Saat ini kami sedang menyiapkan paket khusus pembiayaan untuk sektor UKM yang akan disesuaikan dengan kebutuhan sektor tersebut," jelasnya.

Menurut Mahendra, hingga saat ini pembiaya-. an yang sudah dikeluarkan LPEI telah mencapai Rp 8 triliun untuk fokus pada ekspor, kegiatan eksportir dan kegiatan menunjang modal kerja dalam meningkatkan ekspor.

Sementara itu, saat dihubungi Neraca secara terpisah, Wakil Ketua Kadin bidang Usaha Mikro Kecil dan Menengali (UMKM) Sandiaga Uno menyambut baik langkah yang diambil LPEI. Alasannya, selama ini UKM yang berbasis ekspor kesulitan dalam pembiayaan modal kerja. Selain itu, UKM juga sulit mendapat pinjaman karena dari segi laporan keuangan tidak baik serta akses pasar yang kurang.

"UKM sering lakukan pinjaman sana sini, karena dari perbankan sulit dapat, dan sering tertipu dengan L/C karena minimnya pengetahuan, dengan adanya LPEI yang turun ke sektor ini maka akan sangat membantu UKM," terangnya.

Selain itu, sistem bank garansi juga sangat membantu UKM dalam mendapatkan dana untuk modal kerja dan untuk mendapatkan modal balian baku.

Sandiaga menegaskan, fasilitas tersebut sebaiknya diberikan kepada UKM yang memiliki potensi ekspor baik seperti garmen dan industri kreatif yang berbasis teknologi. "Untuk awal sektor furniture, perikanan dan pangan sudah cukup. Ke depannya perlu ditambah sektor garmen dan industri kreatif yang berbasis IT karena sedang booming.

Sumber : Harian Ekonomi Neraca