Senin, 23 November 2009

Pengangguran Jadi Ancaman Hingga 2014

Tenaga Kerja : Koran Jakarta, Jum'at 13 November 2009 






JAKARTA - Tingginya peng­angguran diperkirakan masih akan menjadi ancaman utama di Indonesia selama lima tahun ke depan. Untuk menca­pai tingkat pengangguran yang ideal dibutuhkan pertumbuh­an ekonomi rata -rata 7,3 persen hingga lima tahun ke depan.

"Dengan pertumbuhan eko­nomi 7,3 persen berkelanjutan, selama lima tahun berturut­turut, maka full employment akan tercapai,” kata Ekonom PPM Management Bramantyo Djohanputro, pada pemaparan Economic Outlook 2010, di Ja­karta, Kamis (12/11).

Dia mengatakan suatu ne­gara dianggap sudah mencapai kondisi full employment kalau lingkat penganggurannya 4-5 peIsen. Pada saat menyentuh ni­lal ideal itu, kata dia, maka peng­angguran adalah suatu pilihan, bukan lagi beban bagi individu. "Jadi itu tidak akan menjadi be­ban pemerintah," kata dia.

Pemerintahan SBY-Boediono, mematok angka pertum­buhan ekonomi di tahun 2010 sebesar 5,5 persen, dan men­jadi 6 persen di 2011. Di tahun 2014, pertumbuhan ekonomi diharapkan minimal 7 persen dan angka pengangguran 5-6 persen. Berdasarkan Data Ba­dan Pusat Statistik (BPS) angka pengangguran per Februari 2009 sebanyak 9,26 juta dari to­tal angkatan kerja di Indonesia atau 8,14 persen.

Berdasarkan target yang ditetapkan pemerintah itu, kata Bramantyo, maka penca­paian full employment sebe­narnya baru akan bisa dimulai pada tahun 2014. "Saya kira pengangguran masih akan jaw masalah tahun depan kalau target perttunbuhan hanya 5,5 persen;' kata dia.

Dia mengatakan, asumsi bahwa 1 persen pertumbuhan ekonomi mampu mencipta­kan lapangan kerja sebanyak 450 ribu lapangan kerja sudah tidak relevan. Dia mengata­kan, dengan majunya industri teknologi sehingga mampu menopang pertumbuhan eko­nomi, maka 1 persen pertum­buhan ekonomi yang dicapai hanya mampu ciptakan sekitar 70 ribu lapangan pekerjaan.

Data BPS menyebutkan per­tumbuhan ekonomi 4,2 persen di triwulan III 2009, ditopang oleh pertumbuhan di sektor pengangkutan dan komunikasi sebesar 18,2 persen, selanjut­nya sektor keuangan, real estat dan jasa perusahaan sebesar 4,9 persen, serta sektor jasa­jasa 5,8 persen. Sedangkan sek­tor pertanian, peternakan, ke­hutanan, dan perikanan, yang sifarnya padat karya hanya tumbuh sebesar 2,7 persen.

Karena itu, kata Braman­tyo, pemerintah harus giat untuk menggerakkan sektor mikro, tak hanya industri be­sar saja. Menurut dia, sektor yang bisa efektif untuk menye­rap tenaga kerja ke depannya adalah sektor pertanian, perkebunan, dan perdagangan.  "Di sektor itu usaha mikro banyak yang berkembang. Di situlah banyak tenaga kerja yang bisa terserap;' kata wa. Namun, di sisi lain, pem­biayaan usaha mikro masih terganjal dengan suku bunga kredit yang masih tinggi.


Menurut Peneliti Dtama Bank Indonesia Suhaedi, suku bunga kredit tidak melulu men­jadi faktor yang mengurungkan niat pengusaha untuk memin­jam modal kepada bank untuk memulai usaha. Tetapi, kondisi iklim usaha lah yang menjadi penentu opti­misme usaha. Dia mencontoh­kan, pada tahun 1980 hingga sebelum krisis moneter, tingkat suku bunga kredit mencapai 18 persen. "Tapi itu ekspansinya luar biasa. LDR (loan to deposit ratio) bisa lebih dari 100 per­sen;' kata dia .• ito/E-5

Tidak ada komentar:

Posting Komentar